Sejarah Singkat Masjid Camii
Kali ini saya akan memperkenalkan Masjid Camii yang terletak di daerah Yoyogi Uehara di Tokyo. Masjid ini dibangun pada tahun 1938 oleh imigran suku Tartar (dikenal juga dengan sebutan Suku Tatar) dari Rusia yang berimigrasi ke Jepang. Meski mendiami Rusia, suku tartar ini sebagian besar memeluk agama Islam.
Seriring dengan berjalannya waktu, ada beberapa bagian masjid yang menua dan terjadi kerusakan di sana sini. Akhirnya Masjid Camii dibangun kembali dengan bantuan negara Turki. Pembangunan kembali ini rampung pada tahun 2000. Hingga sekarang Masjid Camii yang merupakan masjid terbesar di Jepang dan sangat indah ini memiliki fungsi sebagai masjid juga sebagai tempat pusat budaya Turki.
Seperti umumnya masjid-masjid lainnya, Masjid Camii yang memiliki luas 700 meter persegi dan bisa menampung jamaah sekitar 1.200 orang ini dipakai untuk sholat lima waktu oleh pemeluk agama islam dari negara manapun.
Seperti yang saya sebut sebelumnya, karena pemugaran masjid dilakukan oleh negara Turki, maka tidak heran jika ornamen dan interiornya menyiratkan budaya kebesaran Ottoman Turki yang luar biasa indahnya dengan. Saya sudah 3 kali mengunjungi masjid Camii ini dan tiap kembali ke masjid ini, kekaguman saya tidak pernah habis-habisnya.
Berkunjung ke Masjid Camii
Terakhir kali saya kemari pada tanggal 19 Desember 2018 lalu bersama teman-teman yang datang liburan ke Tokyo. Saat itu musim dingin dan kebetulan turun hujan. Meski saat itu suhu 8 derajat celsius, saya tetap bersemangat berdingin-dingin ria demi menunaikan impian teman-teman saya yang ingin mengunjungi Masjid Camii tersebut.
Kami pergi sekitar jam 10 pagi tepat saat jam masjid buka. Kami turun di Stasiun Yoyogi Uehara yang berjarak tidak begitu jauh dari masjid dan dapat ditempuh dengan berjalan kaki sekitar 10 menit, tapi jalanan memang agak sedikit menanjak saat menuju masjid.
Tiba di depan masjid, teman-teman saya mematung sejenak mendongak memandang menara masjid. Lalu kami menaiki tangga menuju masjid. Karena masjid tempat beribadah, peraturan masuk ke masjid tentu saja ketat, ya. Untuk wanita diharuskan memakai pakaian tertutup dan mengenakan selendang. Jika pakaian kurang tertutup atau lupa membawa selendang, kita bisa meminjam abaya (pakaian muslim wanita) dan selendang yang tergantung di dekat pintu masuk.
Meski diminta untuk tenang selama berada di dalam masjid, tapi teman-teman saya tanpa sadar reflek mengeluarkan suara, “Oooh…” agak kencang begitu masuk masjid. Saya buru-buru menenangkan mereka yang sedang terkagum-kagum dengan keindahan interior masjid.
Masjid Camii Sebagai Tujuan Wisata
Saat memasuk masjd, ada sepasang (yang sepertinya) suami istri berbangsa Jepang lengkap dengan kamera canggih di tangan. Selain pasangan tersebut, ada juga seorang pria Jepang separuh baya yang juga membawa peralatan kamera profesional. Mereka sibuk memotret sana sini hingga pria separuh baya itu membaringkan diri di karpet masjid demi agar bisa memotret bagian bawah kubah masjid dengan angle yang sempurna.
Tiba-tiba pria itu menoleh dan memanggil saya. “Kemarilah, coba foto dari sini. Anda akan lebih terkagum-kagum.” Saya turuti sarannya dan mencoba memotret bagian bawah kubah, tapi tidak sampai berbaring segala sih. Dan memang benar! Meski saya memotret hanya dengan berbekal smartphone saja (bukan kamera canggih seperti milik pria itu), tapi foto yang saya ambil dengan angle yang tanggung itu terlihat sangat menakjubkan.
Pembaca mungkin heran mengapa ada orang Jepang bisa masuk ke dalam masjid? Selain dibuka sebagai tempat beribadah umat islam, Masjid Camii juga dibuka untuk umum alias wisatawan yang bukan pemeluk agama islam juga. Selama dress code dan peraturan masuk masjid dipatuhi, tidak ada masalah. Jika ingin ke sini bersama teman-teman yang jumlahnya 5 orang ke atas, Anda perlu membuat appointment terlebih dahulu.
Ada sekitar 1 jam kami berada di dalam masjid. Saya ajak teman-teman turun ke lantai 1. Di lantai 1 masjid terdapat ruang besar yang bisa dipakai sebagai ruang pertemuan atau ruang berbuka puasa saat bulan puasa dan toko yang menjual suvenir Turki seperti tasbih, sajadah, keramik Turki dan lain sebagainya. Di sudut lainnya terdapat ruang yang konon katanya replika ruangan di rumah-rumah Turki. Kami duduk sejenak di ruang itu.
Tiba-tiba datang rombongan wisatawan orang Jepang sekitar 10 orang lengkap dengan guide segala. Sepuluh menit berikutnya datang 4 orang siswa SMA yang muncul sambil membawa buku catatan. Sepertinya siswa-siswa itu sedang diberi tugas membuat laporan. Dan menit-menit berikutnya ruangan di lantai 1 ini semakin ramai dengan pengunjung.
Kami putuskan kembali ke Stasiun Yoyogi Uehara untuk melanjutkan wisata di dalam area Tokyo. Ketiga teman saya merasa puas dan bilamg ingin mampir lagi jika ada kesempatan kembali ke Tokyo.
Jika Anda berminat mengunjungi Masjid Camii, 4649 GUIDE dapat membantu memasukkan jadwal kunjungan ke Masjid Camii dalam private tour atau dalam bagian one day tour Anda di Tokyo.
Informasi Masjid Camii
- Lokasi: Lima menit berjalan kaki dari stasiun Yoyogi Uehara (Jalur Chiyoda)
- Alamat: 1-19 Oyamacho, Shibuya, Tokyo 151-0065
- Telepon: 03-5790-0760
- Jam buka: Tiap hari (10.00 – 18.00)
- URL: https://tokyocamii.org/
- Mail: info@tokyocamii.org
Foto milik pribadi dan sumbangan Hafiz Ahmad
Artikel Terkait:
Tidak ada artikel terkait